Rabu, 27 Juli 2016

Insidious Vs Mak Lampir

Insidious adalah film horor Amerika Serikat yang dirilis pada tahun 2011. Film ini ditulis oleh Leigh Whannell, dan disutradarai oleh James Wan. Pemerannya antara lain Rose Byrne, Lin Shaye, dan Barbara Hershey. Tayang di salah satu TV swasta nasional tepat tanggal 21 Juli 2016 kemarin mulai pukul 21.00 sampai 23.30 WIB

Tentu saja tulisan ini saya buat setelah melihat tayangan Insidious malam itu. Sebenarnya sih secara tak sengaja saja untuk menemani saya menyortir stok lama @enacraft (online shop saya di akun Facebook) agar bisa diposting di album sale.

Seperti kebanyakan film horor buatan Amerika. Efek film, animasi dan atau make up menjadi andalan. Ditambah dengan sound effect yang tentu saja mengagetkan berkali kali. Tak terduga sampai di akhir cerita dibumbui dengan suasana dan gaya penceritaan yang cukup membuat takut pemirsa. Terutama yang baru mencicipi film horor luar negeri.

Insidious chapter 1 dipenuhi dengan tema perjalanan dunia roh, anak dari pasangan suami isteri yang karena terjatuh dari tangga kemudian koma, sampai dengan diundangnya cenayang untuk menyelesaikan masalah pelik pasangan suami isteri ini. Semua adegan misteri selalu dihubungkan dengan akal atau ilmu pengetahuan. Peran Agama sama sekali terabaikan.

Jangan tanya apa saya takut. Saya banyak konsen merapikan gudang yang ada di lorong rumah. Tentu dengan lampu super terang (sedikit alasan) dan lem tembak ditangan (langsung sibuk reparasi bross jika adegan mulai tak nyaman) tak ada pilihan. Satu satunya sinyal bersih malam itu hanya Insidious saja. (Tertawa bebek)

Sedang Mak Lampir adalah sebuah sinetron kolosal produksi Genta Buana Pitaloka yang ditayangkan diIndosiar pada tahun 1999 dan berakhir pada tahun 2005. Pemain utama di sinetron ini ialah Farida Pasha,Rizal Djibran, dan Monica Oemardi

Mak Lampir disanding dengan Insidious tentu kalah zaman, kalah teknik film, kalah tampilan dan kalah pamor tentunya. Namun dibanding Insidious Mak Lampir lebih dikenal pemirsa Indonesia dan Melayu di zamannya sampai berpuluh episode yang meski ujungnya mbulet seperti kebanyakan sinetron Indonesia. 

Insidious boleh bangga dengan pemain kelas Hollywood, namun maaf, semua film horor mereka yang pernah saya lihat hanya bisa "mengagetkan saja: membuat orang tutup mata sebagai reaksi spontan." Sedangkan horor Indonesia yang maaf saya tidak minat selain Mak Lampir.

Dengan segala judul yang berbau sex atau absurditas yang membuat mentalitas generasi muda keropos, saya merasa perlu menekankan bahwa Mak Lampir dengan ketenarannya saat itu perlu dibangkitkan lagi dengan tema dan kualitas yang lebih baik. Mak Lampir memiliki tema yang mendasar dan jelas. Jelas siapa yang jahat dan siapa yang benar. Jelas bahwa orang orang yang menjadi pengikutnya kelak akan masuk neraka dan jelas amanat filmnya. Setiap episodennya selalu penuh dengan nilai spiritual, dibanding dengan Insidious yang hanya menginformasikan bahwa ada dunia lain,  kebiasaan aneh dan penyelesaian yang menggantung tanpa tautan agama sama sekali. Semua menggunakan otak dan teknologi.

Indonesia perlu belajar banyak tentang teknik membuat orang tidak hanya kaget, takut dan atau bahkan mengganti chanel televisi karena ngeri namun tetap terlihat realistis. Lihat saja semua horor luar negeri. Semua masuk akal dan dapat dipikir nalar. Indonesia juga perlu belajar banyak bagaimana membuat pesan spiritual keagamaan yang tidak menggurui dan menyitir satu golongan tertentu. Seuniversal mungkin lah istilahnya.

Yah... tentu saja saya bukan orang yang kapabel dalam mengkritisi film. Anda boleh mengkritik tulisan saya. Namun jelasnya Mak Lampir masih sanggup mengalahkan Insidious jika dikemas lagi. Kecuali jika dihadapkan dengan keuntungan bisnis film dan kesukaan pemirsa Indonesia. Ya silahkan saja. Mau hantunya ngesot sambil keramas atau mau hahahihihi sambil huhuhehe itu hak pemilik modal. Bagi saya sudahlah tanyangan film luar negeri yang tayang di televisi tiap hari sudah menjadi bukti bahwa bangsa ini masih ngesot di dunia perfilman dan bangga dengan cerita picisan di sinetron picisan. Maaf.


Posted via Blogaway


Selasa, 26 Juli 2016

Monumen Perjuangan Gedangan Sidoarjo, Bangunan Terabaikan

Sampah dan genangan sekitar monumen
Monumen perjuangan diantara keruwetan jalan
Monumen di tahun 2000an. Kontrafiksi

Hampir 10 tahun ini setiap hari, pagi dan sore saya melewati monumen ini. Benar, monumen ini berada di Utara kota Sidoarjo, tepatnya di kecamatan Gedangan Sidoarjo. Berada di sisi kiri jalan raya dari arah Surabaya Selatan menuju ke Malang. Bagi pengendara yang memiliki tujuan ke Malang, dengan jalur sibuk tengah kota Sidoarjo pasti melewati monumen ini. Orang Sidoarjo menyebut bangunan ini Tugu Gedangan. Setiap pagi dan sore saya melewati tugu ini sebab posisinya tepat di jalur penyebrangan arah ke Sukodono melalui jalan Muncul. Jalur ini sangat disukai pengendara roda dua karena aksesnya yang mudah dan dapat menghindari macet dar peremparan Gedangan Sidoarjo dua arah.

Monumen perjuangan rakyat Sidoarjo yang berada di Jl.Gedangan, Sidoarjo diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1974 oleh Pangdam VIII/Brawijaya Mayjen TNI. Widjojo Soejono. Monumen ini dibangun sebagai wujud penghormatan kepada pahlawan-pahlawan bangsa yang telah berjuang melawan Belanda dikala Revolusi fisik tahun 1945. Tepat di monumen ini berada, dahulu banyak terdapat korban berjatuhan dari pihak Indonesia dan Sekutu Belanda akibat pertempuran yang berlangsung terus menerus demi mempertahankan kemerdekaan. Pada Monumen berdiri tegak patung yang menggambarkan seorang pejuang muda gagah perkasa dengan menggenggam senjata yang siap sedia melawan penjajah Belanda. Tepat dibawah patung tersebut terdapat sebuah kutipan dari Panglima Besar Jenderal Soedirman yaitu “Jangan bimbang mengalami macam-macam penderitaan karena makin dekat cita-cita kita makin berat penderitaan yang kita alami”.

Melihat kegagahan monumen perjuangan ini, seharusnya layak dinilai sebagai bangunan bersejarah yang patut dirawat dan dilestarikan. Berdiri diatas tanah berbentuk segi tiga tak sama sisi sekitar lima meter dari jalur kereta api Sidoarjo, berjarak 200 meter dari stasiun Gedangan, dengan taman dan pagar sekeliling, harusnya bangunan ini menjadi salah satu obyek wisata sejarah bagi pengunjungnya. Sayangnya, posisi monumen yang berada tepat disisi kiri jalan raya yang padat dan macet menyulitkan akses pengunjung dengan kendaraan untuk berkunjung. Meski tak ada rambu lalu lintas yang melarang kendaraan parkir di area ini, namun kondisi jalan raya yang macet baik pagi, siang maupun petang menyulitkan pengunjung untuk berhenti, parkir dan menikmati bangunan monumen perjuangan. Ditambah lagi dengan beberapa pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar monumen.

Dari segi estetika kota, wilayah ini merupakan pintu gerbang menuju kawasan kota Sidoarjo yang rapi dan bersih.Kabid kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkab Sidoarjo Widiyantoro SH menegaskan, sebagaimana dilansir di situs resmi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengatakan bahwa,  pihaknya sudah beberapa kali melakukan rapat lintas sektoral diantarnya dengan Satpol PP selaku penegak ketertiban.“Kita inginnya kawasan ini bersih dan rapi. Meskipun lahanya milik PT KAI. namun jika dibangun dengan rapi kan enak dipandang mata,” Namun sayang sekali, dominasi bangunan liar dan pedagang kaki lima di daerah ini membuat keindahan bangunan tak lagi dapat dinikmati.

Dalam beberapa foto yang diunggah di dunia maya, dapat dilihat, bahwa sekeliling bangunan selain penuh dengan bangunan liar dan pedagang kaki lima juga fisik bangunan itu sendiri penuh dengan coretan tangan. Belum lagi kondisi jalan yang sering banjir jika hujan, menimbulkan genangan air permanen sepanjang tahun didalam taman tempat monumen berdiri dengan sampah dan rumput yang tak terawat disekelilingnya. Berbeda dengan Tugu Perjuangan yang ada di Pancoran Jakarta yang juga berada di sisi jalan raya, tugu perjuangan ini nyaris tidak lagi dikenali sebagai bangunan bersejarah yang menjadi tanda banyaknya korban pada perjuangan 10 November 1945 kalaitu. Menurut rekan kerja saya yang lahir dan dibesarkan di daerah Gedangan dekat bangunan ini, menyebutkan bahwa tugu ini lebih dikenal sebagai tanda  pemberhentian kendaraan umum dibanding dengan menyebutkan kata "Marinir" yang markasnya memang berada berseberangan dengan tugu. Sedang rekan kerja lain yang tinggal tak jauh dari bangunan itu, tidak merekomendasikan bangunan tersebut sebagai bangunan bersejarah sebab fisiknya yang tak terawat dan juga lebih terkenal dengan penjual sate Nyambik di depan bangunan dibanding dengan bangunan itu sendiri.

Dalam kacamata saya sebagai penikmat sejarah, sejelek apapun bangunan bersejarah tetaplah perlu dihargai, dirawatdan dilestarikan. Hal ini tentu saja terkait dengan besarnya biaya pembangunan monumen yang menggunakan uang rakyat, juga sebagai bagian dari bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Bangunan ini berdiri sebagai bukti kekuatan perjuangan gerilya masa itu. Meski kemudian berdirinya bangunan lebih dikenal dengan penjual sate Nyambik atau sebutan pemberhentian bagi penumpang kendaraan umum. Lagi, dan tak kalah menarik adalah, bagunan ini menjadi penanda pengendara agar lebih berhati hati. Selain bahwa didepan tugu merupakan penyeberangan arah ke Jl. Muncul, juga, area ini sering kali terjadi kecelakaan, baik arah Surabaya maupun sebaliknya. Mitos masyarakat mengatakan bahwa berdirinya tugu menjadi penanda waspada dan hati hati bagi pengendara. "Jangan melamun melewati area Marinir sampai tugu kalau ndak mau celaka" ujar beberapa orang yang tak berkenan disebut namanya. Tentu saja harus waspada, sepanjang jalan persimpangan keluar dari bandara Juanda menuju jalan raya Gedangan adalah area persawahan atau area latihan Marinir dekat dengan jalan raya yang minus bangunan hampir satu setengah kilometer jauhnya. Jika tidak waspada, angin bisa membuat kantuk pengendara. Waspadalah.

Posted via Blogaway


Rabu, 20 Juli 2016

Korean Cuisine Lidah Jawa

Korean Cuisine

"Rek ayo rek...mlaku-mlaku nang Tunjungan
Rek ayo rek, mlaku-mlaku bebarengan
.... koyo anake sing dodol rujak Cingur"

Generasi 70an sampai 80an pasti mengenal cuplikan lirik lagu di atas. Yap, benar, lagu ini mempopulerkan Surabaya sekaligus Tunjungan Plaza sebagai salah satu destinasi wisata belanja di Surabaya. Catatan kedua Ema kali ini adalah review kuliner di Surabaya. Kali ini dimulai dari makanan Asia, tepatnya kuliner Korea. "Iih... gak nasionalis banget deh." Mungkin selintas itu yang bunda pikirkan. Apalagi dengan cuplikan lirik di atas, harusnya yang diulas rujak cingur atau semanggi, sebagai makanan khas Surabaya. Sayangnya sejak tergoda untuk sekedar shopping window atau mlaku-mlaku di Tunjungan, saya belum menemukan rujak cingur seperti yang digambarkan lirik lagu di atas. Entah generasi lama, apakah menemukan rujak cingur di Tunjungan?

Tunjungan Plaza sebagai salah satu mall terbesar di Jawa Timur memiliki lantai food courd yang berisi sebagian besar franchise makanan asing. Adalah Kimchi-Go, satu restauran waralaba makanan khas Korea yang berada di Tunjungan Plaza IV. Sebagaimana yang diulas oleh www.laperbro.com, menu makanan di restauran ini berlabel Halal, meski saya pribadi belum melihat sertifikat halal sebagaimana yang ditempel di pintu masuk restauran waralaba asing. Suasana restauran ini di kesankan mirip dengan warung khas Korea, dengan meja berhadapan empat sampai enam orang, dengan jarak meja satu dan yang lainnya terbatas. Yang terbersit dalam benak saya adalah penataan meja seperti ini di ruang yang terbatas mengartikan bahwa pengunjungnya harus makan cepat dan bersih, sebagaimana budaya makan orang Korea dan Jepang yang tidak banyak bicara dan bersih.

Menu makanan yang ada di restauran ini beragam, mulai dari Bi Bim Bab, Kalbi, Ramyeon sampai Kimchi dan Kimmari. Harga bervariasi antara 30 ribu sampai 50 ribu per porsi. Disajikan fresh panas dengan sumpit dan saus pelengkap. Menurut Lia, sulung saya, yang diulas di instagramnya @hijablia, menu makanannya sangat banyak dan tidak terlalu mahal untuk ukuran restauran di mall. Untuk kantong pelajar bisa disesuaikan dengan memesan satu porsi dengan dua sumpit. Maklumlah bunda, anak sekolah pekara makan, asal bisa beli tak malu dimakan berdua, hahaha. Bagaimana dengan rasanya, Lia mengatakan rasanya enak dan aneh, perpaduan antara lidah Jawa dan asam pedas Kimchi Korea. Menurutnya lagi, dibanding di negara asalnya, menu daging sapi di restauran ini jauh lebih murah. Tentu saja, pastinya yang mereka pakai daging lokal dengan bumbu Korea :)

Kenyang menyantab Ramyeon, Lia berbendapat bahwa mie yang ada di sana tidak jauh beda dengan Mie Ayam langganan di dekat rumah, (yang mungkin akan saya ulas di catatan selanjutnya). Sambil tersenyum saya bertanya, apakah puas dengan makanan Korea? Dengan wajah sok imutnya berkata "Kurang Maaa.." iiih, menjengkelkan. Beruntung Lia makan dengan temanya, membayangkan semangkuk mie seharga 50 ribu bisa membuat kering kantung belanja saya.

Masih dengan kuliner Korea lidah Jawa, esoknya saya membuat mie dengan saus hitam dari paduan saus Teriyaki dan dan bawang putih saja, sebab kebetulan daun bawang, bawang merah dan cabe sedang habis. Saya sajikan panas ketika anak-anak asyik nonton televisi. Komentar Lia diluar dugaan, mirip rasa Ramyeon katanya, jenis JajjangMeon atau mie kacang hitam. Sedang si kecil masih suka selera lama, lidah jawa. Saya pun tertawa. Bagi generasi muda, yang kekinian, tentu saja, mengenal makanan Korea itu wajib bagi mereka, dengan sedikit kesempatan mengenalkan langsung makanan Korea, lidah tak pernah berbohong, bahwa kuliner Indonesia, dengan berbagai bumbu dan rempahnya, jauh lebih lezat dibanding dengan masakan apapun di luar sana. Bolehlah merasakan masakan asing, tapi lidah tak akan berkhianat, tetap nasionalis. Heheheh. Selamat memasak bunda.


Posted via Blogaway


Senin, 18 Juli 2016

Kenalan Yuuk!

Catatan pertama:

Mengenal Ema artinya mengenal singkatan dari kedua orang tua saya, Endah Waty dan Jamaludin Malik. Saya ibu dengan tiga orang anak tahun 2016 ini insyaallah. Isteri dari Zainal Arifin, anggota grup PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng-Bareng). Lahir di Sidoarjo 34 tahun silam. Saya berprofesi sebagai pendidik di sebuah Sekolah Menengah Pertama swasta di Surabaya mengampu mata pelajaran Seni Budaya-Seni Kriya. Hobi saya adalah menjahit, karya kriya dan senang sekali menonton drama Korea.

Saya adalah owner dari online shop E&A Shop yang memiliki alamat web www.enacraft.blogspot.co.id dan produknya dapat diakses di www.instagram.com/hijlover atau fanpage www.facebook.com/enacraft.

Saya menyukai dunia seni sejak kecil. Melukis, menggambar, menganyam, membuat sulam kristik dan berbagai keterampilan. Cita-cita pertama saya adalah menjadi penjahit kelas dunia. Cita-cita ini muncul sebab saya melihat budhe saya yang seorang penjahit begitu menikmati profesinya dan begitu mudahnya menghasilkan uang dari menjahit. Sayang sekali cita-cita ini belum bisa terlaksana karena saat lulus Sekolah Menengah  saya melihat menjadi penjahit bukanlah profesi yang menggiurkan dan mudah untuk mencari pekerjaan. Keputusan ini sungguh saya sesali kemudian, sebab pilihan saya untuk masuk di jurusan teknologi tak begitu besar pengaruhnya bagi perkembangan karir saya. Dibanding dengan pesatnya industri garmen saat ini, penguasaan teknologi sebagaimana yang saya pelajari di sekolah tinggi saat itu kini tak banyak berarti. Sudah Out of date istilahnya.

Saya adalah pribadi yang terbuka, cenderung blak-blakan dan apa adanya. Pribadi apa adanya dalam ilmu psikologi dikenal dengan ekstrovert. Orang-orang dengan pribadi ini cenderung mudah bergaul, periang dan apa adanya. Sayangnya, orang dengan pribadi ekstrovert ini mudah sekali percaya pada orang baru dan mudah sekali ditipu. Sehingga, dengan bertambahnya usia, kedewasaan dan pengalaman orang dengan pribadi ini tidak selalu murni  ekstrovert  melainkan  kombinasi antara Sanguinis, melankolis, koleris dan plegmatis.

Pengertian keempat kepribadian akan saya jelaskan pada catatan yang lain, kembali ke laptop...hehehe.

Blog ini sengaja dibuat untuk meningkatkan interaktivitas saya dengan peserta lain pada pelatihan menulis 3 bulan yang diselenggarakan oleh HM. Cahyo selaku owner dari PNBB atau grup Proyek Nulis Buku Bareng-Bareng, pemilik situs www.juragantulisan.com, Trainer
dari beberapa pelatihan bisnis dan kepenulisan. Selain interaktivitas online, saya juga ingin meningkatkan kemampuan saya dalam menulis, mengingat cita-cita saya adalah menjadi motivator bagi anak-anak saya semasa mereka bersekolah sampai dengan terjun di masyarakat nantinya. Blog ini juga ditujukan untuk pemirsa, peminat, dan pelaku bisnis berbasis kreatifitas yang biasa disebut crafter, khususnya ibu-ibu atau remaja putri.

Sebagian besar  postingan blog ini berisi catatan pribadi sebagai pendidik, pengrajin dan ibu rumah tangga dengan segala perniknya. Silahkan menuliskan tanggapan dan kritik ataupun saran di kolom komentar di bawah ini. Salam kenal dan terimakasih. ^_^

 www.enacraft.blogspot.co.id 
 www.facebook.com/enacraft. 
 www.instagram.com/hijlover